Bulan lalu viral disosial media UNESCO mengeluarkan sertifikat yang menyatakan Islam sebagai Agama paling damai. Gegap gempita netizen membagikan di sosial media. (Akhi & ukhti memangnya sebelum ada sertifikat masih ragu islam membawa rahmat atas sekalian alam).
Sebagai pengikut mahzab “tuma’ninah” saya menanggapi dengan tenang tidak dalam posisi membenarkan atau membantah khabar yang beredar. Namum konten/isi berita saya haqul yakin 100%, Islam agama yang damai dan rahmatan lilalamin . Namun saya sangsi benarkah UNESCO yang menerbitkannya.
Belakangan baru terkuak UNESCO tidak pernah menerbitkannya. Sertifikat disebarkan oleh sebuah situs satire. Satire adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir dalam bentuk ironi,sarkasme atau parodi. Dalam rangka menyindir umat islam. Para netizen ribut lagi saling serang karena merasa diperolok-olok dan cemooh.
Gejala haus pengakuan juga terlihat ketika ilmuan kafir menemukan kecocokan antara sain dengan Alqur’an. Berbondong-bondong ikut share terkadang juga belum dibaca.
Sebagai seorang yang “curigation” saya bersuudzhon jangan-jangan ini satire atas kemalasan kitab mempelajari Al qur’an. Atau jangan-jangan ini bertujuan untuk meng”inabobokan'” umat islam agar terus berbangga-bangga teori “cucuklogi” mereka.
Lantas apa jadinya jika scientist tidak dapat menjelaskan secara ilmiah peristiwa Isra’ Mi’raj?.
Saya sangat terkesan dengan jawaban Abu Bakar RA ketika ditanya Abu Jahal pagi hari setelah peristiwa Isra’ Mi’raj. “Jika yang berkata demikian adalah Muhammad Bin Abdullah. Maka yang melebihi dari itupun aku percaya. Karena sesungguhnya Muhammad tidak pernah bohong”. Wa sami’na wa atho’na begitulah Abu Bakar memberikan contoh kepada kita.
Gejala haus pengakuan ini sebenarnya sudah lama terlihat bukan hanya dalam agama tapi juga dalam hal budaya dan tradisi. Masih ingatkah anda ?, para nitizen militan siap berperang ketika Reog ponorogo atau rendang diakui secara sepihak sebagai warisan budaya malaysia.
Al Albana, Legian Juli 2016