Saat saya tanya, “hari yang paling menyenangkan bagimu bersekolah?”.
Bocah ini menjawab enteng, “senin,selasa dan jum’at”.
“Kenapa ?”, balasku.
“Karena, senin, latihan Tae kwon do”, jawabnya.
.
“Kalau selasa,kenapa”. Tanyaku lagi.
“Karena, ada pelajaran olahraga” balasnya.
“Lalu kalau jum’at kenapa?, karena besoknya sabtu dan minggu libur ya?”, pancingku.
“Bukaaannn” balasnya.
“Lalu kenapa” desakku.
“Karena jum’at tidak ada catering, jadi nggak makan disekolah”, terangnya.
“Oh, begitu”. Jawabku.
Semenjak masuk sekolah Juli lalu, sesuai dengan peraturan sekolah mewajibkan murid kelas satu wajib catering dari senin hingga kamis selama satu semester sepertinya sangat menyiksa bagi dia yang sudah terbiasa makan masakan ibunya.
Memang sejak kecil hingga saat ini dia memang tidak terbiasa makan diluar baik makanan berat apalagi jajan. Karena kami [terlebih ibunya] sangat ketat kalau soal makanan.
Alhasil hingga sekarang sudah usia 6 tahun lebih dia tidak suka ; sosis,nuget,bakso, mie,telor dan jajanan lainnya yang digemari anak-anak seusianya.
Konsekwensinya sang ibu Wisdawati Syafri harus sedikit repot menguras keringat dan terkadang harus berselancar diinternet mencari menu variatif untuk menyediakan makanan home made ale ‘mande’ dengan segala macam kreasi dan inovasi untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya dan memenuhi seleranya yang sedikit agak ekslusive [hanya masakan mande yang paling lazis].
Mulai dari masakan tradisional seperti Dendeng,ayam bakar hingga masakan eropa seperti steak ala ‘mandeh’ menjadi menu makannya. Soal jajanan juga seperti itu. Agar tidak tergoda dengan jajanan diluar sang ibu tak jarang membuatkan jagung susu, puding atau popcorn yang menurut si bocah jauh lebih enak daripada beli.
Jelas saja alasan ini membuat si Bapak senang sambil berucap “good boy, bagus makanan rumah, selain di jamin bersih dan sehat juga ‘jimat'”, ujar sang Bapak sambil mengelus dompet.