Reaksi sebagian pendukung aksi 212 terhadap “Sari Roti” sebenarnya tidak aneh. Demikianlah nasibnya bila “semua hal di dunia” ini ditarik ke “isu agama”.
Ketika awal tersebar berita, abang-abang pendorong gerobak Sari Roti “membagikan” roti gratis bagi para “mujahid”… Sari Roti menjadi sahabat.. dipujinya setinggi langit dengan kalimah thoyyibah…
Begitu keluar klarifikasi dari Produsen Sari Roti bahwa bahwa mereka tidak memihak, Sari Roti “diharamkan”… diboikot.. bahkan ada yang mengupload foto menginjak “Sari Roti”..
Begitulah tipologi sebagian besar kita, yang senang membangun pagar ketimbang jembatan, “be with us or againts us”. Para netizen tersebut menganggap bahwa karena produsen Sari Roti menegaskan tak terlibat dalam aksi tersebut, maka mereka berarti memusuhi Islam sehingga harus dihujat, diboikot, bahkan dipaksa meminta maaf.
Pola fikir seperti ini, kadang dilanjutkan pada ranah pertemanan dan persaudaraan. “kalau kalian tidak ikut kami, kalian bukanlah teman, bukan saudara kami”. Lebih parah lagi kalau sampai muncul tuduhan “kalian kafir, kalian munafik, kalian sesat, dll…”
Duh.. betapa menyedihkan keadaan kalian wahai anak Adam! Para Nabi dan Rasul mengajari kalian untuk saling bersaudara dan memupuk kasih sayang, dan sepotong “Sari Roti” dapat membuat kalian pecah dan saling bermusuhan.
****