Kelambanan kadangkala terasa sebagai sesuatu yang istimewa di tengah semua hal serba cepat, lekas, bergegas, dan waktu melesat bak halilintar.
Duduk di beranda yang masih berantakan di pagi ini, menatap keluar meyaksikan hujan laksana tumpahan air tempayan besar dari langit, lalu memandang sayu pot bunga besar berisi bibit kedondong yang berusaha mekar dan berkembang walaupun setiap muncul tunas muda digigit walang.
Melemparkan pandangan ke arah jalanan, pengendara berlalu kencang dengan mantel hujan berwarna biru kusam, entah berangkat atau menuju pulang selepas kerja shift malam.
Dari ujung jalan terdengar sayup-sayup terikan tukang sayur melawan deras suara hujan. Dibawah kolong meja seekor kucing tua terlihat malas dan mengantuk barangkali semalam berburu tikus.
Hujan menjadi alasan Kelambanan mungkin hanya sepersepuluh miligram dari rasa malas. Hanya telepon seluler terus menyala yang mengabarkan pelbagai peristiwa dunia.
****
Andalas, Hari kedua di bulan Sya’ban 1438.