Hari ini, setahun yang lalu. Setelah makan siang dan kami berencana ke Tanah Lot untuk menyaksikan Matahari tenggalam
“Mungkin ada baiknya kita melihat matahari tenggelam di Tanah Lot, sambil sedikit membasuhkan kaki dengan air asin Tanah Lot”, ujarku saat memberikan tawaran.
“Bertiga saja, memang tahu jalan” jawabnya.
“Bisa saja, paling tersesat sedikit, tapi yakinlah pasti sampai”, balasku
“Terserah”, jawabnya lagi sambil menyalakan GPS.
“Matikan, Bun….”, pintaku,sambil melirik melalui spion ia menyalakan GPS.
“Kenapa ?”, balasnya
“Kenapa harus menyalakan GPS?”, aku balik bertanya.
“Supaya tidak tersesat”, tukasnya
“Memang kenapa kalau tersesat?”, tantangku
Dia diam. Berpikir. Bingung.
“Kenapa takut Bun? Tersesat itu bukan kekeliruan yang harus ditakuti. Jalan saja. Tersesat saja. Tak mengapa. Bukankah sebagian besar perjalanan hidup ini diawali karena tersesat. Kita bersua juga karena ayah dulu ‘tersesat’ di belantara Teknik Kimia. Toh, tidak mengapa, selalu ada bagian dari ‘ketersesatan’ yang mesti kita syukuri.
Satu hal yang tak boleh tersesat adalah jalan kembali pulang kepada-Nya.