Nobel Perdamaian terkesan sakral, peraihnya terlanjur dianggap memiliki kualitas kemanusiaan di atas rata-rata, ia diagungkan layaknya seperti Santo.
Ang San Suu Kyi diganjar Nobel Perdamaian pada tahun 1991 atas upaya melawan Junta Militer yang telah merengut nyawa ayahnya dan mencengkram negara itu sejak 1962.
Tragedi kemanusiaan yang terjadi di Myanmar telah melahirkan protes agar Nobel Perdamaian yang diterima Suu Kyi dicabut. Orang-orang melihat tidak ada upaya dari Suu Kyi untuk menghentikan tindakan brutal teroris yang didukung militer melakukan pembersihan terhadap etnis minoritas Rohignya. Bahkan untuk mengutuk pun Suu Kyi tak berdaya.
Sepintas terlihat memang segaris antara peraih Nobel Perdamaian dengan semangat perdamaian dan kemanusiaan. Namun kita mesti sadar juga bahwa Jenderal (Begal) Shimon Perez juga pernah meraih Nobel Perdamain di tahun 1994. Padahal tangannya penuh bercak darah rakyat Palestina.
Saya menghargai suara banyak orang untuk mencabut Nobel Perdamaian dari Suu Kyi. Tapi, saya ingin menyarankan cara yang lebih mudah, yaitu mencabut Nobel Perdamaian dan para penerimanya dari konsep ‘perdamaian’ di kepala kita.