Zamam edan, era masyarakat tidak percaya lagi kebenaran berbasis fakta tapi emosi dan kepentingan. Orang-orang dengan mudah mempercayai satu ciutan twiter atau status facebook yang dapat dituntaskan membacanya dalam waktu hitungan detik atau menit daripada berjam-jam membaca buku untuk menggali kebenaran.
Saat teknologi mendukung untuk semua hal dibesar-besarkan dengan toa-toa berwujud manusia (kadang memang manusia dan ada bot yang mengedalikan) yang tidak hanya dapat memperkencang dan memperlantang suara namun juga menggandakan berjuta-juta kali lipat suara melalui slogan “Viralkan!’.
Terkadang menjadi bodoh menyenangkan sekaligus membebaskan ; kalian tak harus menanggung geram yang membuat dada sesak akibat pengetahuan. Menyaksikan ulah manusia-manusia yang mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan?. Kenapa mesti melakukan, Apa akibatnya jika melakukan. Apapula jadinya seandai tidak turut serta melakukan. Ya. Kurang lebih semacam manusia-manusia yang keranjingan berkerumun.
Mereka yang terbebas dari beban pengetahuan itu yang tinggal di pedalaman sebagai petani, peternak, nelayan di pesisir atau kuli yang bermukin disudut-sudut sempit kota-kota besar.
Mereka orang terbebaskan karena tak tersimpul stigma akibat pengetahuan.
Benarkah ilmu pengatahuan untuk membebaskan?