Jauh hari saya sudah mengagumi Aneis, walaupun banyak yang mendiskreditkannya dengan tuduhan Liberal bahkan Syiah saat menjadi Rektor Paramadina. Terlebih lagi tuduhan yang di alamatkan kepada beliau saat menjadi Tim Sukses pemenangan Jokowi-JK pada pemilu 2014.
Saat maju sebagai Calon Walikota Jakarta karena rata-rata memori rakyat indonesia memang pendek,[amnesia dalam politik] orang-orang yang dulu mencibir dengan segala macam tuduhan berbalik mengelu-elukan dan menaruh harapan kepadanya untuk memimpin Jakarta. Dan pada akhirnya memang menang.
Namun belum lagi dilantik orang-orang sudah melupakannya. Tidak adalagi ‘share²-an’ dari ‘barisan’, ‘sahabat’, ‘kawan’ Anies di media sosial yang memuja-mujanya. Tidak menutup kemungkinan datang lagi kepentingan politik dalam ajang Pilpres yang membutuhkan ‘dukung-dukungan’ barisan-barisan ini pulalah dengan berdalih mengkritisi akan menghujat dan mencercanya. Seperti yang sedang dialami oleh Ridwan Kamil saat ini.
Maka dari itulah saya sebisa mungkin menahan diri dari kerumunan pemuja dan pencela, kalau ada yang tokoh yang sekiranya menurut saya baik dan punya kemampuan saya cukupkan menjadi ‘pengagum saja’, tidak lebih, apalagi sampai jatuh menjadi ‘pemuja’. Begitupula sebaliknya jika ada tokoh yang tidak berkenan dihati atas sikap dan kebijakannya cukuplah saya ‘tidak suka’, semoga tidak berlebih.
Dan itu memang susah kawan. Apalagi di tengah hantaman gelombang informasi.