Semua orang tidak suka kebisingan kecuali yang sedang mengalami gangguan pendengaran. Keberisikan dari suara klakson kendaraan bermotor salah satunya. Di jalan raya, selain membutuhkan kewaspadaan yang tinggi terhadap segala kemungkinan yang buruk, juga membutuhkan oktan kesabaran yang tinggi terhadap berisik suara klakson.
Di jalanan selain bertemu dengan pengendara yang ugal-ugalan dan semberono, suara klakson adalah hal yang nomor dua yang tidak saya sukai, setelah itu tentu ibu-ibu bawa metic–sen ke kanan saat belok ke kiri. Saking bencinya dengan suara klakson yang bersaut-sautan, saya pernah menyesal kenapa tidak satu masa dengan Tua Gila dari Andalas–Guru Andini sekaligus mantan dari Sinto Gendeng. Dengan begitu saya bisa belajar ilmu kanuragan pada beliau, misalnya hanya dengan menjentikan jari klakson kendaraan yang tengah berisik jadi rusak atau dengan satu tepukan kecil pindah jempol yang doyan mencet klakson ke jidat.
Tapi belakangan ini, saya merasa kita perlu berterima kasih kepada penemu klakson. Bayangkan betapa banyak terjadi perkelahian dengan baku hantam seandainya kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan perangkat klakson. Pengendara yang tengah kesal di tengah kemacetan jalan raya, tentu sangat mudah tersinggung dan emosi jika sedikit saja kesalahan atau kelalaian pengendara lain yang sekira menghambat laju kendaraanya. Beruntung ada perangkat Klakson untuk menumpahkan kekesalan dan amarah yang sedang meluap. Jika tidak tentu dia akan turun dari kendaraan lalu baku hantan dengan pengendara lain atau pejalan kaki yang menghadang lajunya.
Sebagaimana saya yang berterima kasih kepada penemu Klakson, mestinya Jokowi juga harus berterima kasih kepada Mark Zuckerberg yang telah menyediakan ‘wall‘ di facebook miliknya ini sebagai sarana menumpahkan emosi dan kekesalan. Sehingga dengan keberadaan ‘wall’ orang-orang merasa tak perlu lagi demonstrasi turun ke jalanan dalam meluapkan emosi dan kekesalan.