Di tempat dimana sekularisme telah mencapai puncak paripurna, fundamentalisme (agama) adalah reaksi paling alamiah darinya.
Di tempat dimana suara azan sayup-sayup ditelan gemuruh suara parade bel kemacetan, iringan anak-anak berangkat mengaji dikala senja saling ditelan oleh beraneka ragam acara Idols di televisi. Orang-orang merindukan nilai religius yang sakral kembali ke hadir di ruang publik.
Saat kesakraralan religi tersisih dan tersingkirkan ke pinggiran, beserta barisan orang-orangnya benturan dan gesekan menjadi kejadian alamiah santapan mata kita.
Sayangnya, dalam benturan ini; “sekuler” vs “sakral religius” mungkin telah menjadi “agama baru” yang saling menampik satu sama lain dengan cara yang tak kurang fundamentalis.
Bahkan ‘fundamental sekuler’ tidak kalah keras daripada ‘fundamental agama’.